Komoditas Kelapa Desa Kumbewaha

Kelapa (Cocos nucifera) telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di kawasan pesisir dan kepulauan seperti Sulawesi Tenggara. Di Desa Kumbewaha, pohon kelapa tidak hanya menjadi simbol budaya dan kemakmuran, melainkan juga menjadi fondasi ekonomi utama. Hampir di setiap pekarangan dan lahan pertanian desa, kelapa tumbuh subur dan memberikan manfaat yang sangat luas bagi warga. 

Sebagai “the tree of life”, kelapa memegang peran penting dalam struktur sosial-ekonomi desa. Keunggulan kelapa bukan hanya pada buahnya yang serba guna, tetapi juga seluruh bagian pohon yang dapat dimanfaatkan, dari akar, batang, daun, hingga limbah tempurung dan sabutnya. Secara nasional, Sulawesi Tenggara termasuk salah satu sentra produksi kelapa, dan Kabupaten Buton secara khusus—termasuk Buton Selatan dan Buton Utara memiliki areal luas dan produktivitas kelapa yang terjaga.

dsc05051

Statistik Produksi Kelapa di Desa Kumbewaha dan Sekitarnya

Berdasarkan data terkini BPS Sulawesi Tenggara (2023), peran kelapa di Buton Utara dan Buton Selatan sangat menonjol, termasuk sebagai salah satu dari sepuluh komoditas perkebunan unggulan yang ditetapkan pemerintah provinsi. Berikut adalah data statistik produksi kelapa dalam untuk Sulawesi Tenggara berdasarkan kabupaten:

frame 1000010255
Data ringkasan seluruh kabupaten di Sulawesi Tenggara. Sumber

Data ini memperlihatkan bahwa Kabupaten Buton Utara dan Bombana menjadi dua wilayah dengan produksi kelapa terbesar di Sulawesi Tenggara. Produktivitas di Buton Utara bahkan melebihi rata-rata provinsi dengan angka lebih dari 1 ton per hektar per tahun. Meskipun Buton Selatan (di mana Desa Kumbewaha berada) memiliki luasan dan produksi lebih kecil, potensi pengembangan kelapa tetap sangat besar, terutama jika disertai inovasi pada aspek budidaya, pengolahan, dan pemasaran.

Rata-rata produktivitas kelapa nasional berkisar pada 1,1 ton kopra/ha, sedangkan sentra kelapa unggul mampu mencapai 3 ton per hektar. Hal ini menandakan peluang peningkatan produktivitas masih terbuka lebar.

Teknik Budidaya Kelapa Lokal

Keberhasilan budidaya kelapa di Desa Kumbewaha sangat dipengaruhi oleh faktor agroklimat dan keterampilan lokal. Kelapa dalam dan kelapa genjah adalah dua varietas utama yang dikembangkan. Untuk budidaya optimal, lahan dengan ketinggian <500 mdpl, curah hujan 1.500–2.500 mm/tahun, dan tanah bertekstur lempung berpasir sangat direkomendasikan.

Teknik budidaya kelapa lokal melibatkan proses pendederan benih, pembibitan, persiapan lahan (termasuk penerapan sistem tanam berjarak optimal seperti segi empat 9×9 m untuk densitas 123 pohon/ha), serta perawatan melalui penyiangan, pemupukan organik, dan pengendalian gulma. Di Desa Kumbewaha, adopsi teknologi tepat guna semakin digaungkan, didukung oleh pelatihan dampingan masyarakat dan sinergi perguruan tinggi.

Sistem Agribisnis dan Rantai Nilai Kelapa di Desa

Pengelolaan kelapa di wilayah Buton umumnya dilakukan petani kecil dengan pola monokultur dan tumpangsari. Siklus panen 3-4 kali per tahun memberi fleksibilitas dalam penjadwalan produksi dan distribusi hasil. Jalur pemasaran dari petani ke pedagang pengumpul lalu ke kota-kota (Bau-Bau, Kendari) masih dominan. Harga kelapa bulat dan kopra sangat fluktuatif, rata-rata harga produsen di Sulawesi Tenggara berkisar Rp 353.500 per 100 butir untuk tahun 2024.

Namun, masih terjadi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan harga pasar konsumen di kota besar. Penyempurnaan sistem distribusi harga dan perkuatan peran koperasi tani menjadi agenda penting ke depan.

Potensi Produk

Kelapa merupakan komoditas unggulan Desa Kumbewaha yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan manfaat serbaguna. Dari buahnya, dihasilkan berbagai produk bernilai tambah seperti minyak kelapa murni (VCO) yang diminati pasar kesehatan dan kecantikan, santan segar untuk kebutuhan kuliner, serta kopra sebagai bahan baku industri. Keberadaan kelapa tidak hanya menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak warga, tetapi juga bagian dari identitas agrikultur desa.

Selain buahnya, bagian lain dari kelapa juga memiliki potensi besar. Sabut kelapa dapat diolah menjadi keset, tali, dan media tanam, sementara tempurungnya dimanfaatkan untuk kerajinan tangan maupun diolah menjadi briket arang yang ramah lingkungan. Air kelapa segar menjadi minuman alami yang menyegarkan, sedangkan ampas kelapa dapat dijadikan pakan ternak atau bahan olahan pangan. Pemanfaatan menyeluruh ini menunjukkan bahwa kelapa adalah sumber daya yang hampir tanpa limbah.

Keberagaman produk turunan kelapa membuka peluang usaha yang luas bagi masyarakat Kumbewaha. Dengan pengolahan yang tepat, pemasaran yang kreatif, dan dukungan teknologi, kelapa dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa. Potensi ini sekaligus memperkuat posisi Kumbewaha sebagai desa yang mampu mengembangkan sumber daya lokal secara berkelanjutan, sambil menjaga kearifan dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.

Kesimpulan

Kelapa adalah komoditas unggulan Desa Kumbewaha dan dapat menjadi tulang punggung ekonomi, sosial, dan inovasi teknologi desa. Potensi produksi dan nilai ekonomi kelapa sangat besar, terutama melalui hilirisasi produk seperti Virgin Coconut Oil (VCO) dan briket tempurung kelapa. Keduanya memberikan nilai tambah signifikan, membuka peluang pasar lokal dan ekspor, serta mendorong transformasi ekonomi dari hulu ke hilir.

Melalui sinergi Program KLIK Kumbewaha dan Pengabdian Masyarakat SINERA UII, masyarakat desa kini tidak hanya menjadi produsen bahan mentah tetapi juga pelaku utama rantai nilai berbasis digital. Digitalisasi pemasaran, inovasi produk hilir, peremajaan kebun kelapa, serta pembangunan ekosistem usaha dan wisata berbasis kekuatan lokal semakin memperkuat posisi Desa Kumbewaha sebagai contoh unggulan pengembangan komoditas kelapa yang berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap pasar global.